Makna
Perempuan bagi Keluarga
Oleh
: Fajar setyani
Bau harum selalu
tercium setiap kali masuk kerumah,itu berasal dari dapur yang berada dibelakang
rumah. Ibu sedang memasak. Setelah masakan jadi bapak dan anak akan bergabung
menyantap masakan buatan ibu. Itulah ritme yang sering terjadi dalam sebuah
keluarga. Ibu selalu diposisikan menjadi
seorang pahlawan bagi keluarga mereka yang kelaparan. Ibu selalu berhubungan
dengan dapur dan peralatan memasak, ibu adalah penguasa daerah dapur. Bahkan
dalam zaman feodal seorang istri selalu disebut dengan istilah “kanca wingking”
atau dengan kata lain seorang istri pekerjaannya hanyalah dibelakang atau
didapur saja. Perempuan tidak memiliki hak untuk menemui seorang tamu dan
bepergian keluar rumah kecuali jika sangat diperlukan. Istri tidak
diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang berada diluar rumah.
Dari buku pelajaran
“Titian”(R.M.DJAMAIN):1950 dalam salah satu ceritanya ibu digambarkan seorang
yang berkutat dengan dapur saat anaknya
minta tolong karena ada genting yang bocor, maka ibu mengambil sebuah pasu (salah satu alat dapur) untuk
menyelesaikan masalah tersebut, jadi begitu dekatnya sosok ibu dengan sebuah
dapur. Peran ibu tidaklah terlalu besar bagi keluarganya karena ibu hanya
berada pada satu tempat saja dan jarang memperoleh pengalaman-pengalaman yang
bisa diajarkan kepada anak-anaknya.
Terlihat pada buku terbitan tahun 1950 itu dimana saat itu perempuan
masih dianggap menjadi seseorang yang tidak bermakna. Walaupun presiden pertama
Indonesia Soekarno pernah mengatakan
bahwa “ kebesaran suatu Negara berada ditangan seorang ibu, jika ibu-ibu dalam
suatu negara tersebut baik maka negaranya akan baik pula, sebaliknya jika
ibu-ibu yang ada pada suatu Negara itu rusak maka Negara tersebut akan rusak”
ini menggambarkan bahwa pada masa sukarno sebenarnya peran seorang perempuan
telah banyak berubah. Tetapi banyak yang belum menyadari pentingnya seorang
perempuan dalam membangun sebuah kehidupan yang harmonis.
Seiring berjalannya
waktu , saat perempuan-perempuan mulai merasakan bahwa dirinya telah
diperlakukan berbeda dengan seorang laki-laki maka timbulah gerakan-gerakan
yang timbul akibat perasaan tertekannya seorang perempuan. Kartini, pelopor
pembemberontakan kaum perempuan telah menunjukan kepada semua orang bahwa
perempuan bisa melakukan lebih dari pada seorang laki-laki. Dalam majalah TEMPO
edisi 22-28 april 2013 dipaparkan bahwa “Kartini memberontak terhadap feodalisme,
poligami, dan adat istiadat yang mengungkung perempuan. Dia yakin bahwa
pemberian pendidikan yang merata merupakan kunci kemajuan”. Kartini menyadari
bahwa adat istiadat para perempuan jawa yang mengalami proses pingitan akan
menyebabkan seorang perempuan menjadi terhalang untuk memperoleh pendidikan.
Tetapi kartini saat dipingit tidak berhenti untuk mencari cara agar ilmu selalu
mengalir meskipun berada pada pingitan. Tetapi perasaan perempuan tetaplah
sama, disaat kartini dihadapkan dalam suatu pilihan antara mengenyam pendidikan
atau menikah dengan laki-laki yang telah dipilihkan ayahnya. Dia harus memilih
untuk menikah untuk membahagiakan
ayahnya.
Perempuan-perempuan
semakin memberontak , Gerwani ( Gerakan
Wanita Indonesia ) adalah salah satu contoh dari pemberontakan pada masa
soeharto yang dilakukan para perempuan. Aktivis Gerakan ini adalah pembela perempuan-perempuan
yang tegas. Gerakan ini dituding terlibat dalam gerakan PKI.
Seorang perempuan
seharusnya bisa menempatkan dirinya dalam situasi apapun dan dalam hal apapun
sehingga peran perempuan akan bermakna. Kartini memaknai perempuan sebagai
suatu yang harus diperjuangan, karena sebagai perempuan kartini tidak rela jika
kaumnya terus terjajah oleh feodalisme yang mengukung perempuan-perempuan jawa.
Harapan kartini adalah terciptanya perempuan-perempuan yang berpendidikan. Agar
bisa mendidik anak-anak mereka menjadi seorang anak yang bisa berguna bagi
bangsanya.
Tetapi, emansipasi yang
dicetuskan kartini nampaknya banyak disalah artikan oleh perempuan-perempuan
sekarang. Mereka beranggapan bahwa emansipasi membebaskan apapun yang ada dalam
diri perempuan. Termasuk adab-adab yang sesuai fitrahnya sekarang telah banyak
dilanggar oleh para perempuan.Konsumerisme telah melanda kehidupan para
perempuan masa ini, mereka cenderung lebih mementingkan penampilan lahiriah dari
pada harus melalukan hal yang sesuai
fitrah perempuan. Pakaian dan make up sekarang cenderung melekat dalam diri
seorang perempuan, bahkan para ibu rumah tangga sekarang lebih mementingkan
bagaimana wajahnya bisa terlihat cantik, bagaimana pakaiannya bisa pas dengan
tubuhnya. Keluarga menjadi bagian yang kedua sejelah penampilannya.
Jika dibandingkan peran
ibu pada masa dahulu dan masa sekarang, maka terdapat banyak perbedaan dalam perannya
sebagai pengatur rumah tangga. Dahulu meskipun seorang perempuan tekekang oleh
adat. Tetapi mereka banyak yang berhasil mendidik anak-anak mereka menjadi
seorang yang berhasil. Sedangkan ibu modern yang berpendidikan malah menjadikan
keluarga adalah prioritas yang kedua. Seandainya seorang ibu bisa menyeimbangkan
kepentingan pribadinya dengan kepentingan keluarga maka kehidupan yang harmonis
mungkin akan tercipta.
really nice article
BalasHapus